ALBINISME (Pelangi Putih): 5. Retro ( the seriallized story of previous )




Aku pulang kerumah sambil menangis sendu,
Asalamu’alaikum bu aku pulang” sapa iris
Waalaikumsalam nak, hei kamu kenapa menangis begitu? Jawab ibu keheranan.
Ya Allah wajahmu..??” ujar ibu panik.

Aku masuk kamar tanpa berucap satu katapun, aku berselonjor diatas lantai pinggir tempat tidurku sembari meneruskan tangisan sendu yang tak bersebab itu. Setelah puas kupandang air mataku yang terjatuh tak berarah pada cermin sepanjang hujan air mata ini turun, rasanya emosiku telah stabil, apasih yang baru saja kulakuakan, betapa kekanak-kanakkannya diriku.

“ahh kenapa sih mukaku ini, semakin hari semakin melebar saja. Dasar albino” ujarku dalam hati.

Kumainkan sepasang jemariku beradu secara harmonis dengan indahnya lekukan-lekukan antara ujung jari menari bersinergis bersama atmosfer, begitu lentik seperti 10 balerina menjingkakkan ujung kakinya diatas pentas. Tak tentu aku hanya sedikit menjelajah tentang penyakit albinisme yang kupikir apakah fenomena ini sedang mengunjungiku? Baru saja kuketik beberapa keywords, diriku tak kuasa, pikiranku menolaknya, otakku yang mengendalikannya, hanya tak tega bila melihatku tersiksa bila akhirnya positif tahu bila aku menderita albinisme.

Oh my sweet God, please. Apa albino itu kutukan? Suddenly aku memutuskan mencari tahu, aku menemukan satu artikel membahas tentang para albino yang hidup dikampung albino, desa mantar (Mount Tarry), Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Kampung itu memiliki kisah sendiri yang unik dan misterius, bulu mata pirang, bermata biru, kulit yang tentunya tak bernoktah walaupun setitik. Konon hanya ada 7 albino yang hidup di desa ini, tidak bisa lebih dan bila albino ke 8 telah lahir maka sebuah pertanda bila albino yang lain akan meninggal. Desa ini memang masih sangat fanatik dengan kepercayaan nenek moyang leluhur. se mistis itukah seluk beluk albino? Bukankah albino bisa dijawab oleh ilmu pengetahuan? Setabu itukah albino dimata orang? Bahkan orang modern sekalipun.
Lain cerita ternyata bahkan di Barat sana, albino diasingkan, dijadikan tumbal (afrika), rasis, sampai terjadi tragedi pembunuhan para albino di tanzania untuk praktek ilmu hitam pada 2013 lalu, karena mereka meyakini bahwa ritual yang mensyaratkan korban penderita albino akan bisa memberikan keberuntungan.

Mengingat Afrika, padahal aku sangat mengagumi sosok  Nelson Mandela, seorang mantan Presiden afrika Selatan (1994-1999) dengan sejarahnya seorang revolusioner anti-apartheid. Beliau adalah presiden berkulit hitam pertama yang terpilih melalui pemilu multiras. Menurut sumber yang aku baca, pemerintahannya berfokus pada penghapusan rasis dan apartheid yaitu perbedaan warna kulit hitam – putih.

Jadi apa rasis dan ketidakadilan pada para albino juga berlaku? Memang dalam konteks ini, pernyataan tersebut lebih ditekankan pada orang hitam afrika dan putih keturunan amerika-eropa, namun tak terlepas juga albino butuh perlindungan yang resmi dari pemerintah, agar tak dianggap tabu oleh masyarakat.

Akupun ingin tahu lebih jelas tentang apa itu albino, albinisme. Aku tiba di laman wikipedia, albino berasal dari kata albus yang berarti putih, disebut juga hypomelanism atau hypomelanosis. Albinisme adalah suatu kelainan pigmentasi kulit bawaan, dikarenakan kurang atau tidak adanya pigmen melanin di dalam kulit. Keadaan tersebut bersifat genetik atau diwariskan.

Kadang aku menjadi  takut, sangat takut, bila aku menjadi seorang albino, bukan tentang pembunuhan atau yang berkaitan dengan kepercayaan kisah nenek moyang, karena aku sadar sekarang aku hidup di jaman dan kota modern, namun nilai sosial yang belum siap aku hadapi, albino itu tabu, orang pasti akan memperhatikan dari atas sampai ujung kaki karena aneh, berbeda dari yang lainnya,orang beranggapan bila albino adalah kutukan, atau penyakit parah yang mengundang bencana, ataupun menular.

Atau parahnya berujung pada masa depanku karena warna tubuhku aneh, aku takut susah bila nanti saatnya melamar kerja karena keadaanku. Yang aku takuti juga, perubahan- perubahan yang terjadi pada penderita albinisme bukan berlangsung sehari, seminggu, atau,sebulan, melainkan bertahun- tahun, jadi bertahun- tahun itulah warna kulit kuning langsatku memudar, menghilang, seperti bercak yang pastinya orang jijik, tak hanya menyentuh  bahkan melihat saja jijik, karena belangnya tak beraturan.

Nilai sosial yang aku takuti, jika kelak aku sulit medapatkan jodoh karena aku minder dengan keadaanku. Atau berakibat buruknya menyebabkan kanker kulit, kerusakan mata, dan efek-efek samping lainnya. Aku ini perempuan, fisik dan penampilan dalah penunjang segalanya, pemekaran percaya diri, nanti bagaimana bila orang terdekatku saja jijik melihatku, apalagi jodohku yang berlainan keluarga, budaya, latar belakang, tak bisa menerimaku yang seperti ini.

Nanti juga bagaimana bila aku terus menghabiskan uang ibuku yang tak besar untuk biaya pengobatannku yang sepertinya tak murah, hanya untuk ini yang tak akan pernah sembuh. Nanti bagaimana bila uang yang seharusnya dipakai untuk sekolah Aksara habis karenaku? Aku mengerti Kak Wikrama sudah berkeluarga yang pasti membutuhkan banyak biaya untuk istri dan anaknya. Apakah aku hanya akan merepotkan mereka? Apa albino bisa disembuhkan?

Comments

Popular Posts