ALBINISME (Pelangi Putih): 5. Retro ( the seriallized story of previous )
Aku pulang kerumah sambil menangis sendu,
Asalamu’alaikum bu aku pulang” sapa iris
Waalaikumsalam nak, hei kamu kenapa menangis begitu? Jawab
ibu keheranan.
Ya Allah wajahmu..??” ujar ibu panik.
“ahh kenapa sih mukaku ini, semakin hari semakin melebar saja.
Dasar albino” ujarku dalam hati.
Kumainkan sepasang jemariku beradu secara harmonis dengan
indahnya lekukan-lekukan antara ujung jari menari bersinergis bersama atmosfer,
begitu lentik seperti 10 balerina menjingkakkan ujung kakinya diatas pentas.
Tak tentu aku hanya sedikit menjelajah tentang penyakit albinisme yang kupikir
apakah fenomena ini sedang mengunjungiku? Baru saja kuketik beberapa keywords, diriku tak kuasa, pikiranku
menolaknya, otakku yang mengendalikannya, hanya tak tega bila melihatku
tersiksa bila akhirnya positif tahu bila aku menderita albinisme.
Oh my sweet God, please. Apa albino itu kutukan? Suddenly aku
memutuskan mencari tahu, aku menemukan satu artikel membahas tentang para
albino yang hidup dikampung albino, desa mantar (Mount Tarry), Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat.
Kampung itu memiliki kisah sendiri yang unik dan misterius,
bulu mata pirang, bermata biru, kulit yang tentunya tak bernoktah walaupun
setitik. Konon hanya ada 7 albino yang hidup di desa ini, tidak bisa lebih dan
bila albino ke 8 telah lahir maka sebuah pertanda bila albino yang lain akan
meninggal. Desa ini memang masih sangat fanatik dengan kepercayaan nenek moyang
leluhur. se mistis itukah seluk beluk albino? Bukankah albino bisa dijawab oleh
ilmu pengetahuan? Setabu itukah albino dimata orang? Bahkan orang modern
sekalipun.
Lain cerita ternyata bahkan di Barat sana, albino diasingkan,
dijadikan tumbal (afrika), rasis, sampai terjadi tragedi pembunuhan para albino
di tanzania untuk praktek ilmu hitam pada 2013 lalu, karena mereka meyakini
bahwa ritual yang mensyaratkan korban penderita albino akan bisa memberikan
keberuntungan.
Mengingat Afrika, padahal aku sangat mengagumi sosok Nelson Mandela, seorang mantan Presiden afrika
Selatan (1994-1999) dengan sejarahnya seorang revolusioner anti-apartheid.
Beliau adalah presiden berkulit hitam pertama yang terpilih melalui pemilu
multiras. Menurut sumber yang aku baca, pemerintahannya berfokus pada
penghapusan rasis dan apartheid yaitu perbedaan warna kulit hitam – putih.
Jadi apa rasis dan ketidakadilan pada para albino juga berlaku?
Memang dalam konteks ini, pernyataan tersebut lebih ditekankan pada orang hitam
afrika dan putih keturunan amerika-eropa, namun tak terlepas juga albino butuh
perlindungan yang resmi dari pemerintah, agar tak dianggap tabu oleh
masyarakat.
Akupun ingin tahu lebih jelas tentang apa itu albino,
albinisme. Aku tiba di laman wikipedia, albino
berasal dari kata albus yang berarti putih, disebut juga hypomelanism atau
hypomelanosis. Albinisme adalah suatu kelainan pigmentasi kulit bawaan,
dikarenakan kurang atau tidak adanya pigmen melanin di dalam kulit. Keadaan
tersebut bersifat genetik atau diwariskan.
Kadang aku menjadi
takut, sangat takut, bila aku menjadi seorang albino, bukan tentang
pembunuhan atau yang berkaitan dengan kepercayaan kisah nenek moyang, karena
aku sadar sekarang aku hidup di jaman dan kota modern, namun nilai sosial yang
belum siap aku hadapi, albino itu tabu, orang pasti akan memperhatikan dari
atas sampai ujung kaki karena aneh, berbeda dari yang lainnya,orang beranggapan
bila albino adalah kutukan, atau penyakit parah yang mengundang bencana,
ataupun menular.
Atau parahnya berujung pada masa depanku karena warna tubuhku
aneh, aku takut susah bila nanti saatnya melamar kerja karena keadaanku. Yang
aku takuti juga, perubahan- perubahan yang terjadi pada penderita albinisme
bukan berlangsung sehari, seminggu, atau,sebulan, melainkan bertahun- tahun,
jadi bertahun- tahun itulah warna kulit kuning langsatku memudar, menghilang,
seperti bercak yang pastinya orang jijik, tak hanya menyentuh bahkan melihat saja jijik, karena belangnya
tak beraturan.
Nilai sosial yang aku takuti, jika kelak aku sulit medapatkan
jodoh karena aku minder dengan keadaanku. Atau berakibat buruknya menyebabkan
kanker kulit, kerusakan mata, dan efek-efek samping lainnya. Aku ini perempuan,
fisik dan penampilan dalah penunjang segalanya, pemekaran percaya diri, nanti
bagaimana bila orang terdekatku saja jijik melihatku, apalagi jodohku yang
berlainan keluarga, budaya, latar belakang, tak bisa menerimaku yang seperti
ini.
Nanti juga bagaimana bila aku terus menghabiskan uang ibuku
yang tak besar untuk biaya pengobatannku yang sepertinya tak murah, hanya untuk
ini yang tak akan pernah sembuh. Nanti bagaimana bila uang yang seharusnya
dipakai untuk sekolah Aksara habis karenaku? Aku mengerti Kak Wikrama sudah
berkeluarga yang pasti membutuhkan banyak biaya untuk istri dan anaknya. Apakah
aku hanya akan merepotkan mereka? Apa albino bisa disembuhkan?
Comments
Post a Comment