ALBINISME (Pelangi Putih) : Kamuflase
PREFACE : Camouflage
Kala senja menemukan kupu-kupu berpasangan di atas danau,
kala seorang dara berdiri ditepinya berteman dengan sebuah apel dilengannya,
dengan desisan angin sore yang lembut, sedikit mendung namun langit tak tega
mengucurkan air matanya, sebuah pikiran kamuflase terbesit akan sosok samar tak
nampak, menunjukkan kerinduan yang entah untuk siapa. Tersenyum lembut dan
berkata kecil “andai ada cinta dihidupku”.
Buah apel, merah masak, berbentuk seperti hati, rasanya
manis. Usiaku 20 bisa dibilang matang seperti buah apel yang sedikit ku gigit
ini. Nampak seperti tak ada hambatan bila memakannya karena bijinya berada
ditempat dimana yang dikira, pasti disitu, ditengahnya. Tak seperti jeruk yang
terjalannya tak pernah bisa diketahui. Tak ada kulit yang harus terbuang.
Aku ingin kisah cintaku seperti buah apel, manis, renyah,
tak perlu memikirkan biji yang akan termakan tiba-tiba. Namun mustahil, bahkan
tak semua apel itu manis, banyak yang masam. Tragisnya snow white pun bisa mati
karenanya, ya karena ada racun dialamnya, jadi don’t judge a book by its cover.
Sesuatu yang terlihat bagus nampaknya belum tentu seindah fisiknya. Tapi tetap
saja berfikir positif itu harus.
Aku tetap saja bersama senja ditepi danau ini, berpelukan
dengan angin, ku takkan melangkah sebelum melihat senjaku melambaikan
lembayungnya menjadi malam yang damai. Ku mengizinkan fikiranku melayang jauh
tak bersama ragaku, dalam lamunan mungkin sang pencipta belum saja
mempertemukan antara aku dengan dia di garis lintang dan garis bujur yang sama,
dalam jam, menit detik yang sama, dalam aku sadar dia sadar kita ada dalam satu
dimensi yang sama, yaitu satu ruang dan waktu.
Ku melihat fatamorgana dari seekor kupu-kupu tadi yang
terbang diatas air, entah apa warna dan rupanya, seperti itulah kau terlalu
samar, tak dapat tersurat ku lihat, tak dapat ku terka siapa sebenarnya engkau.
Namun seperti apapun sang pencipta memberikan jodohnya, alangkah sangat
bersyukurnya kau menggariskan aku dengannya, karena jodoh itu bukan masalah
mencari yang terbaik, tetapi bagaimana menciptakan suatu hubungan terbaik.
Apel ini tak kunjung habis, sayang bila dihabiskan maka satu
simbol cinta telah lenyap dari dunia ini. Simbol cinta dalam bentuk buah
seperti hati, apel itu seperti integrasi dari hati seorang
lelaki dan perempuan dalam ikatan yang suci.
Dalam ruang otak yang lain aku berfikir aku rasa hatiku ini
sedang tumpul dan tidak berhasrat untuk menyukai lawan jenis, hanya menungu
jodoh dari Allah saja. Tapi apa cinta harus dikejar? Apa cinta harus dicari
untuk mendapatkannya? Atau tunggu saja? Ahh nanti saat kembang sepatu mekar,
sang kupu-kupu berasayap indah pun datang, ketika garis lintang dan garis bujur
membentuk suatu titik temu, disanalah kau akan menemukanku.
Mataku tertuju pada danau itu tapi sebenarnya aku seperti
sedang bermimpi, terlenyap dan belum terbangun, aku tak ingin jika aktifitasku
ini disebut melamun, bukan melamun namun berfikir, yang sedikit dalam.
Angin segar ini membasuh kulitku, menusuk tulangku, terasa
mengigil namun aku suka, ada kenikmatan tersendiri bila ku terlarut dalam
indahnya waktu ashar ini, aku selalu menyukai sore hari dimana semua menjadi
tenang, damai, bersahaja. Dimana aku bisa merasakan teduhnya udara siang,
daun-daun berjatuhan dengan anggun,
rumput-rumput menari dengan eloknya, dimana hati yang beku mencair
hangat, dimana tegangnya pikiran berubah kendur perlahan, dimana beribu kata
muncul sebagai ungkapan yang menenangkan hati dan logika. Senja, apel merah,
cokelat hangat, desisan angin lembut, daun-daun berguguran, awan cirus yang
membentuk gumpalan abstrak seperti lukisan raksasa yang bisa terlihat dari
berbagai penjuru dunia, mata terpejam menikmati indahnya karunia Allah ini.
Berkali-kali aku hanya tersenyum menikmati status lajangku
ini, kadang bila sedang sendiri dengan status seperti ini seperti menyiksaku
dalam sepi, tak ada yang istimewa dalam hati, namun orang-orang spesial yang
ada dihidupku cukup membuatku mensyukuri hidup.
Hanya berangan dapat melihat sosoknya yang terlalu
kamuflase, berharap dia ada disini sekarang, mengajarkanku sebuah arti berbagi
hidup. Mungkin belum waktunya, aku baru 20 bagai seekor dara yang baru menetas
dari telurnya dan sedang menikmati udara bebas diantara sayap yang diberikan
Allah sebagai kadonya.
Kau jalan menuju surga-Nya, mungkin saat ini aku belum siap
bila Allah mempertemukanku denganmu. Tuhan lebih tahu segala isi hatiku, atau
mungkin aku belum pantas bila disandingkan denganmu yang terlalu sempurna,
biarkan aku mencari duniaku dulu, mungkin saja titik temu itu ada dikala aku
sudah menjadi seorang manusia yang memukaumu dan kau begitu mengagumiku sebagai
teman hidup. Aku mencintaimu dari sebelum kita dipertemukan, aku selalu
mendo’akanmu, dan izinkan aku agar do’aku untukmu terus berpijar hingga
berpuluh-puluh tahun selanjutnya, ketika kau menjadikanku permaisurimu. Dalam
cinta kasih yang suci, dalam bersama menciptakan suatu hubungan terbaik.
Sekali lagi aku hanya mampu tersenyum sembari memandang buah
apel merah yang bentuknya seperti simbol Love ini. Aku tak bisa berkehendak
sendiri tentang seseorang yang akan bersamaku, aku tak bisa meronta bila Tuhan
sudah menunjukkan takdirnya, bahkan sang adampun tak pernah meminta bahwa sang
hawalah yang akan menjadi teman dalam sejarahnya sepanjang masa. Mungkin
sebelumnya aku pernah merasakan bagaimana terbuai dalam sebuah rasa yang
disebut jatuh cinta, entah pada siapa saja namun cintaku tak terbalas, memang
sedikit sakit tapi let it flow, apapun yang terjadi life must go on and keep
enjoy, nikmati peranmu dalam skenario hidup, ketika kau merasa bersyukur anggap saja kau telah menjadi nominasi bahkan
peraih dalam ajang bergengsi pemeran utama terbaik dalam hidupmu.
Tak ada suara, hanya gemericik air danau yang tersentuh
angin, kupu-kupu tadi pun telah pergi, mungkin mereka memiliki kesempatan untuk
berdua dalam waktu yang lama dalam satu ruang satu waktu. Aku percaya hanya ada
satu dirimu dalam satu ruang dan dimesi, serta waktu yang Tuhan ciptakan
untukku hanya saja sekarang kita berada di sudut yang berbeda entah jauh atau
bahkan hanya satu langkah, aku sempat berfikir apakah aku dan kamu pernah
bertemu dibawah alam adar kita? Aku dan kamu saling bertatap, berhadapan,
berdampingan saat itu aku tak tahu ternyata kau adalah kamunya aku dan aku
adalah kamunya engkau.
Bukankah buah apel ini juga terlahir dari rasa cinta dan
kasih? Cinta Tuhan untuk umatnya agar mereka tetap bertahan hidup degan
berbagai ragam sandang yang melimpah didunia yang bisa dipilih. Integrasi kasih
Allah dengan umatnya yang membentuk suatu simbol cinta. Integrasi dari suatu
pohon akar serabut dengan cintanya mereka daun, akar, batang melakukan proses
fotosintesis untuk melahirkan buahnya yang terbaik.
Tapi bagaimanakah caraku menemukan cinta, merasakan berbagi
cintapun aku tak pernah, selalu saja aku yang mengagumi tanpa terbalas, cukup
membuatku menarik kesimpulan bahwa aku biasa saja, tak menarik sedikitpun, tak
pernah istimewa tak seperti pemeran protagonis di film-film.
Azzura langit menunjukkan bahwa ia tampak tak geram lagi, sepertinya
langit sedang riang. Bagaimana tidak, angin mengipasi kegalauannya yang
kehitam-hitaman seperti akan menangis mengeluarkan percik demi percik rintik
hujan.
Ku tatihkan kedua kakiku sambil berjalan pelan mengitari
tepian danau ini, kututup indera penglihatanku dan hembusan nafas tenang keluar
sedikit dari hidung dan mulutku, ku netralkan isi pikiranku, kubuang semua
kekesalan, juga semua sesuatu yang mengganjal yang menghalangi jalannya
perasaan dan logikaku, rasanya aku berada di puncak keberkahan hidup, aku
merasa menjadi pemeran utama berwatak protagonis tanpa cela, aku tangguhkan
hidupku harus terus berjalan tanpa rasa- rasa iri, kesal, galau, segalanya ,
menikmati segala proses yang mengikutiku dalam bentuk dinding, tanah, dan
langit. Aku harus bersyukur atas apapun.
Dan ku melangkah ke arah berlainan, nampaknya senja mulai
habis, petang kan datang, aku harus pulang sebelum setan-setan datang bersama
kegelapan yang berlindung pada lembayung oranye sehingga mempengaruhiku kembali
pada diriku yang tak tentu arah, terlalu acak-acakan.
***
Comments
Post a Comment