ALBINISME (Pelangi Putih) : 2. Potret
Ku
pergi mengunjungi sebuah kafe, kupesan sebuah kopi cappucino hangat, ku buka
laptpoku dan mulai mengkoneksikan sambungan internet wifi yang disediakan cafe
tersebut. Sontak karena ku duduk di samping kaca cafe, ku melihat orang yang
berbeda dengan yang lainnya begitu nampak, mereka seperti aneh melihatnya
seolah pantas untuk dilihat lebih dalam dan dikucilkan.
Seorang
kakek tua berjalan sendiri mengenakan tongkat disisi trotoar, beralaskan sendal
jepit swalow yang hampir putus sebelah, baju lusuh dan sebuah kopiah, yang
berwarna hitam luntur kecoklatan. Aku melihatnya iba, tapi aku kagum pada
semangat hidupnya, ia tak mengemis dan meminta, ia membawa seuntai ikatan sapu
lidi untuk dijualnya, terlihat biasa saja, namun hal yang membuat ia berbeda
ialah warna kulitnya yang transparn.
Aku
tak tahu apa penyakit yang diderita kakek tua itu, tapi aku yakin ia bukanlah
bule karena perawakannya yang terlihat seperti ras melayu, sama sepertiku, seperti kebanyakan
orang Indonesia.
Seorang
waitress datang dengan secangkir kopi hangat pesananku dalam sebuah nampan. Ia
memberikan dengan mimik yang ramah, aku terkesima dan membalas senyumannya
dengan tersenyum dan berucap terimakasih. Ia berlalu.
Aku
kembali memperhatikan kakek tua tadi, ia terus menawarkan kepada orang-orang
supaya membeli ikatan lidi yang dipanggulnya, aku benar-benar kagum pada
semangat diantara kekurangannya, aku iba dan berharap agar kakek itu mendapat
kehidupan yang lebih baik lagi, bagaimana bisa aku seorang anak muda sering
mengeluh akan sesuatu padahal aku tahu aku punya kekurangan namun masih bisa
diatasi. Aku bergegas keluar cafe tersebut, menitipkan sebentar perangkat
laptopku dan teman-temanya. Aku memanggil kakek tadi dan membeli seikat sapu
lidi itu, untuk dirumah pikirku. Kakek itu menjualnya dengan harga Rp.2000,
harga yang terjangkau, namun apa harga itu cukup untuk memenuhi tuntutan hidup
kakek itu? Ketika ku memberikan uang 5ribu dan aku berkata “kembaliannya untuk
bapak saja” Ia malah menolak dengan ramah “tidak usah nak, kakek bukan
pengemis, selama kakek bisa berbuat sesuatu oleh didi kakek sendiri kakek tidak
mau mengandalkan oranglain”. Aku semakin tertegun kagum melihatnya.
Aku
kembali ke cafe dan mulai searching apa yang terjadi pada kakek itu, aku
kesulitan karena aku tak tahu apa penyakit yang dideritanya. Seseorang
mendekati mejaku, ternyata ia memperhatikanku sejak ku menghampiri kakek itu
tadi, ia berkata albino, aku serasa familiar dengan kata-kata itu namun aku
berfikir terlalu kemana, ohh “namaku bukan albino” maaf kamu salah orang,
“bukan..bukan sorry” jawab ia sembari tertawa kecil. “maksudku keywords yang
kamu cari albino” lanjutnya. “kakek itu memnderita albino sebuah pehilangan
pigmen atau warna kulit dan itu bukan sebuah penyakit namun fenomena karena
genetika atau keturunan” jelas lelaki itu.
“Coba
deh kamu search albino” tambah lelaki tersebut.
“Ohh
okay” balasku. Aku menulis kata albino di kolom search google dan ternyata,
banyak sekali sumber yang memaparkan tentang ini, rasanya aku berpikir aku orang ter gaptek, aku bahkan tak
tahu sementara ribuan orang membicarakan hal ini di dunia maya.
Aku
mengklik salah satu blog yang memaparkan yang ternyata dia adalah salah satu
penderita albino dan keluahannya yang selalu dianggap berbeda dan ingin sembuh.
Disisi lain aku sama sekali belum mempersilahkan duduk lelaki yang sedari tadi
berdiri disamping kursiku. “Oh terimakasih.. “ ucapku. Aku tak mempersilahkan
ia agar duduk dan aku kira dia akak pergi dari bangkuku, ternyata ia masih
diam, aku kembali berkata “ohh terimakasih atas informasinya sekarang aku akan
membaca” maksudku agar ia pergi dari mejaku dan kemudian ia berlalu.
Aku
mulai membaca, ternyata albino adalah sebutan untuk penderita albino, dan
penyakit yang dideritanya bernama albinisme. Albino tidak bisa disembuhkan
karena itu faktor genetik dan pigmen dalam kulit yang terus terkikis akan
memudar sehingga terlihat putih pasi dan transparan, albino berasal dari
keturunan dan sama sekali tidak berbahaya bila tak sering berada dibawah sinar
matahari. Tetapi bila terus tersentuh oleh sinarnya bisa menyebabkan kanker
kulit. Jadi albino tidak menular. Untuk lebih lanjutnya aku tak begitu
memperdalam tentang albino karena kupikir aku hanya ingin mengetahui tentang dasarnya saja.
Sebenarnya
menurut artikel di blog yang kubaca, fenomena albino diajarkan di kelas 2 SMA
dalam matapelajaran biologi, karena aku jurusan bahasa jadi aku tak tahu apa
itu albino.
Karena
parno, kuteringat pada kulit tanganku yang warnanya memutih sedikit tapi kata
dokter kulitku, itu hanya efek dari penggunaan lotion pemutih yang berlebihan.
Aku
hampir lupa pada secangkir kopiku yang sudah mulai hangat-hangat kuku. Nikmat
hangatnya terasa hingga tulang kerongkoganku. Hari tak begiu cerah, tak mendung
jua namun teduh, suasana dingin menyelimuti seluruh kota, jadi kuputuskan untuk
berkelana mencari sesuatu yang hangat, dan kebetulan kafe ini paling dekat
dengan rumahku jadi aku berkendara sepasang sepatu kets saja dengan
memperhatikan hal-hal sekitar.
***
Comments
Post a Comment