Pelajaran hidup: tertekan, manusia lemah pun bisa jadi monster
Pelajaran hidup selanjutnya yang kulalui
adalah betapa orang sangat tidak peduli pada apa atau siapapun di sekitar
mereka, tak hanya mereka bahkan aku saat waktu tak memberi pilihan hanyalah ada
satu jalan yang harus dilalui, nekat. Pada saat tertekan manusia lemah
sekalipun bisa menjadi seperti monster, semua dilakukan demi memenuhi kebutuhan
hidupnya, untuk dirinya sendiri.
Kota yang tak begitu besar seperti ini pun
berhasil melahirkan begitu banyak masyarakat yang hampir lupa akan
identitasnya, semua ditukar dengan materi, bahkan seorang sopir angkot yang
tadi pagi kutumpangi menuju kampuspun, rela membawa mobilnya begitu kencang
tanpa memperdulikan keselamatan pengendara lain,memotong jalan, lampu merah
diterobosnya,hanya demi uang Rp.10.000 yang pikirnya akan kuberikan dari ongkos
normal sebesar Rp.2000, padahal aku hanya memberinya Rp.5000 untuk mengganti
ongkos penumpang lain yang tak sempat naik angkotnya, aku tak mampu menghalau
karena aku pun dikejar waktu dituntut untuk sampai kekampus lebih cepat karena
aku terlambat. Disinilah keegoisan
benar-benar terjadi.
Lain cerita masyarakat yang hidup dikota pun
rupanya hampir lupa pada kebiasaan memberi satu sama lain, bayangkan hanya
untuk menukar uang receh sebesar RP.100.000 saja harus belanja minimal Rp.10.000
dulu, sontak aku kaget yang tadinya ku hanya ingin membeli satu donat seharga
Rp.2.500 dengan uang seratus ribu, ibu penjaga warung tidak memperbolehkan,
padahal dalam konteks ini aku membeli bukan hanya menukar uang bahkan meminta,
ini baru warung. Dimana rasa kemanusiaan orang-orang itu. Hanya ingin menukar
uang seratus ribu saja.
Kejadian lain sekitar 2 tahun lalu, ketika ku
mulai menyandang status sebagai mahasiswa, aku tertipu via telepon dengan nomor
tak dikenal, orang itu mengaku sebagai pamanku, dia menggunakan kata-kata ini
untuk menjebakku
“halo
siapa?” aku
“halo masa gak tau ini suara siapa?” penipu
“oh om aep?” aku mulai terjebak
“iya” penipu
Nah dari kata itu aku tak sadar sedang ditipu,
aku yang dulu notabene masih polos, hidup kost sendiri dikota orang, dengan
mudahnya dijebak dengan dalih ia adalah pamanku yang sedang ditilang, dan ia
ingin meminjam uang pulsa sebesar seratus ribu untuk berdamai dengan polisi,
dan katanya akan ia ganti nanti setelah urusannya selesai, betapa bodohnya
betapa polosnya aku, bayangkan malam hari polisi mana yang mau nilang? Aku
diperas sampai habis uang Rp.325.000 lewat pulsa yang aku kirimkan pada nomor
yang berbeda. Ketika itu aku punya sifat mudah percaya pada orang, tanpa pikir
panjang aku langsung saja ingin menolongnya, padahal ada jalan lain menelpon
dulu orangtuaku. Aku baru sadar aku ditipu setelah berjam-jam sampai jam 10
malam aku menunggu didepan counter
untuk menunggu pamanku datang tak ada juga. Aku menelpon orangtuaku, dan
ternyata benar pamanku tidak kemana-mana waktu itu. Aku asli ditipu, orang
tuaku sangat marah karena kelalaianku, mereka kecewa dan harus mengganti uang
yang sudah kuhabiskan untuk menolong penipu itu. Berhari-hari aku hanya
terdiam, tak ada tawa, yang ada hanyalah dihantui oleh kekecewaan penyesalan
betapa sangat bodohnya aku. Tak banyak yang tahu mengenai hal ini, untuk apa
juga, hidupku bukan sinetron untuk ditonton orang. Sudahlah, aku bangkit, baru
kena musibah segini saja aku sudah down waktu itu, aku merasa kecewa saja,
harusnya aku memberi kabar baik diawal kuliahku untuk orangtua, ini malah
sebaliknya, yang penting sekarang aku lebih berhati-hati dan lebih kuat atas
badai apapun.
Setelah keluar SMA aku belajar banyak hal,
mulai ditipu, dihina, dicaci, diasingkan, merasa paling low to the genk kata
sinetron dds mah, ternyata inilah awal dari hidup sesungguhnya, tinggal
pikirlah bisakah bertahan atau jatuh begitu saja? Itu pilihan. Ternyata begitu
banyak pilihan yang bisa diambil bila dipikirkan matang –matang tidak dengan
emosi. Jangan takut!
Comments
Post a Comment